Flashdisk yang Lari Entah ke Mana

 Sepulang kuliah dia mengangkati pakaian yang masih ia tinggal di atas tali jemuran pada saat berangkat kuliah tadi. Ia mengangkat dan meraba-rabanya dan mendapati pakaiannya masih belum kering. "Bangsat," pikirnya, sudah seharian tapi belum kering juga. Ia mulai ingat bahwa seharian tadi awan begitu mendung dan sinar matahari tak bisa menembusnya. Tapi kelas tak terasa sumuk karena terdapat AC. Dengan AC itu ia justru kedinginan seperti saat berkencan dengan Rani di bioskop beberapa waktu lalu. Menonton film perang dan duduk di deretan kursi paling belakang. Sambil berharap mendapat genggaman tangan Rani yang sudah lama ia imajinasikan. Tetapi hari itu ia kurang beruntung karena tak mendapatkannya. Rani terlalu serius menonton film sedangkan ia justru sibuk berharap-harap cemas. Sepulang dari bioskop hari itu, ia menemui teman lamanya yang berjualan dimsum di seberang gedung bioskop. Mereka makan di sana, di pinggir jalan sambil memandangi kendaraan yang lalu lalang.

Selesai merapikan pakaian, ia mencari payung yang biasa ia taruh di rak sepatu di depan kamar kosnya. Ia hendak keluar mencari makan sambil mengerjakan tugas. Setelah sepuluh menit mencari dan payung hitam itu ia temukan di lorong depan karena tiba-tiba ia teringat payung itu sempat dipinjam oleh temannya kemarin, ia pergi berjalan kaki. Sambil menenteng tas punggung ia berjalan menuju sebuah kedai yang tak terlalu jauh dari kosnya. Ia memesan makan dan menuju ke meja di sebelah pojok tempat biasa ia makan bersama Rani.

Dahulu di dekat restoran itu ada seekor anjing yang kerap menghampirinya setelah makan untuk meminta sisa-sisa tulang yang habis ia makan. Namun pemilik anjing itu sudah mati dan si anjing menghilang bersamaan dengan kematian pemiliknya. Sesekali ia rindu untuk melihat si anjing ketika akhir-akhir ini gerimis mulai sering turun dan disambung dengan hujan deras. Ia melamun sebentar dan mendapati sebuah helm abu-abu bertengger di batang spion sebuah sepeda motor, sebuah helm yang ia kenal betul di kepala siapa helm itu biasa dipakai. Dengan spontan ia megalihkan pandangan menyapu seluruh sudut kedai dan mencari-cari kehadiran Bajuri.

Bajuri datang mengenakan kaus dinosaurus yang belum pernah ia lihat sebelumnya. "Hoi, Mar!" ia menyapa Amar yang sudah duduk di meja pojok itu. Ia sudah seminggu lebih tidak berjumpa Bajuri. Yang ia tahu Bajuri membolos kuliah karena ibunya sakit keras dan harus segera pulang untuk menemani saat-saat kritis ibunya. Yang pada akhirnya, beberapa hari lalu umur ibu Bajuri telah resmi selesai dan diumumkan di grup Whatsapp kelas. Kematian ibunya membuat Bajuri mengambil keputusan untuk mengurus surat pengunduran diri dari kampus, untuk kembali hidup di Temanggung dan melanjutkan usaha keluarga sambil menopang biaya sekolah adiknya.

 "Ibu sudah tidak ada Mar, tapi adik harus tetap sekolah, ia masih SMP dan masih perlu melanjutkan sekolah. Sayangnya hanya aku yang masih bisa membantunya menyelesaikan sekolah." 

"Aku akan menemuimu sesekali." 

Membayangkan adik Bajuri, Amar teringat foto perempuan yang tersimpan di flashdisk milik Bajuri, yang sempat dipinjamnya dari Bajuri dan belum sempat ia kembalikan lagi. Perempuan di foto itu adalah teman sekelasnya, yang saat itu terlihat sedang berswafoto bersama Bajuri di sebuah kamar. Perempuan yang sempat mencuri hatinya sebelum Rani datang. Namun Bajuri seperti sudah melupakan flashdisk itu beserta kenangan-kenangan di dalamnya. Amar yang hendak mengembalikannya pun lupa dimana terakhir kali flashdisk itu lari setelah ia banting. Ia hanya ingat beberapa potong foto yang sempat mengganggu tidurnya. 

Sampai teh hangat yang kedua datang, Bajuri tak menanyakan tentang flashdisk itu. Amar juga masih ragu untuk membuka obrolan tentang flashdisk yang berisi foto mesra itu. Ia hanya berpikir untuk menunda mengembalikan flashdisk itu sampai Bajuri benar-benar lupa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Guru-Guru Magis

Mari Mulai Mendengarkan Souljah

Untuk Retno