Untuk Retno

Ini bukan kisah asmara, tapi sekali waktu Retno pernah bertanya padaku, “Bagaimana kau akan berterimakasih kepada orang yang telah menginspirasimu sedangkan ia tidak sadar bahwa kehidupan yang dijalaninya selama ini ternyata membuatmu terinspirasi?” Itu terjadi beberapa tahun lalu dan waktu itu kupikir kita tak perlu berterimakasih pada orang lain atas kehidupannya yang menginspirasi kita.

*

Sehari sebelum acara wisuda, aku masih belum memutuskan apakah akan berangkat atau tidak. Rasanya seperti tidak ada sedikit pun kebanggaan yang mendorongku untuk mendatangi acara wisuda. Apa yang bisa dibanggakan dari kuliah tujuh tahun dan indeks prestasi yang biasa-biasa saja. Lagi pula, keadaan mendukung keenggananku, tak ada teman yang kukenal yang akan duduk di kursi wisuda hari itu. Mereka sudah diwisuda jauh waktu sebelum aku. Sudah terbayang di kepalaku akan bagaimana bingungnya menunggu acara selesai. Hingga larut malam, ayah dan ibuku masih membujukku untuk menghadiri wisuda. Tapi aku masih diselubungi keengganan untuk datang ke acara itu.

Ulah ayah dan ibu pagi itu membuatku terpaksa menghadiri wisuda, mereka berdandan rapi dan berangkat lebih dulu. Aku tak punya pilihan lagi selain berangkat menyusul mereka. Kepalaku masih terasa berat dan aku sengaja mampir di warmindo memesan segelas kopi hitam. Sak udutan sek, batinku. Aku sering mematok durasi untuk istirahat atau jeda dengan sebatang rokok, dan masih berlaku hampir di segala aktivitas.

Belakangan aku tahu dari cerita Obed bahwa hari itu aku dipanggil berkali-kali oleh panitia wisuda. Dan sebelum aku tiba, panggilan itu membuat semua orang menaruh penasaran pada kemunculanku.

Di hari yang sama sesudah acara wisuda digelar, aku melihat banyak postingan perayaan wisuda di timeline media sosial. Aku ikut mengucapkan selamat kepada beberapa orang yang kukenal. Mereka yang kuselamati menyelamati aku kembali. Satu di antara mereka ada yang kukenal baik ketika masih aktif berorganisasi di kampus. Kami masuk kuliah satu angkatan, tetapi di wisuda itu ia berada di kursi pascasarjana dan lulus dengan predikat cumlaude. Percakapan kami di bilik direct message membawa ingatanku ke masa lampau.

Waktu itu ia adalah orang yang sering mengikuti kegiatan diskusi ketika himpunan-himpunan dan organisasi ekstra kampus sering mengadakan diskusi dengan bermacam tema. Di luar acara diskusi-diskusi itu kami juga sering mengobrol. Dia senang menyapa orang lain dan pandai menanggapi pembicaraan dan diam-diam aku menaruh kagum kepada orang ini. Dari semua momen yang sempat kulewati bersamanya, aku paling suka ketika ia bicara soal pendidikan. Aku seperti melihat seorang ibu yang sedang menyusui anaknya; penuh dengan harapan dan ketulusan.

Ingatan di hari wisuda itu beberapa minggu kemudian mendorongku untuk membuka tulisan yang sudah lama ia unggah di situs pribadinya. Keinginan itu muncul sebab setelah berminggu-minggu diwisuda, aku masih begini-begini saja dan tak kunjung mempunyai rencana untuk masa depan. Hari-hari selalu kuhabiskan dengan membaca sembarang buku dan menonton video-video di Youtube. Sesekali aku pergi ke warmindo untuk membeli kopi dan mendengarkan tetanggaku membicarakan pekerjaan impian mereka: bekerja kantoran dan digaji tinggi. Aku sempat melirik-lirik lowongan kerja dan selalu kehilangan minat ketika membaca kolom jobdesc.

Akhirnya di suatu sore ibu menawariku untuk memberikan pelajaran tambahan ke salah satu muridnya setelah beberapa kali sempat mendapati aku membeli rokok ketengan. Satu setengah jam saja sehari. Aku menerima tawaran itu karena kupikir hanya perlu mengganti bacaanku dan menjelaskan ulang apa yang kubaca dan tidak menghilangkan waktu membacaku. Empat pertemuan awal berhasil membuatku penasaran dan merasa antusias dengan proses pembelajaran. Aku mulai menambah bacaan tentang pendidikan dan apa-apa saja yang meliputinya. Pada hari-hari itulah aku kemudian teringat sebuah percakapan di bilik direct message dan sebuah ingatan di masa kuliah yang ingin kukunjungi lagi. Orang itu masih terlihat penuh harapan dan ketulusan seperti bertahun-tahun lalu.

Hari ini ia menjadi guru di sebuah sekolahan dan kurasa ia tak menyadari jika dirinya telah menjadi inspirasi bagiku. Ia juga tak tahu di bagian tulisannya yang mana aku mulai terinspirasi. Karena itulah kurasa aku perlu menuliskan ini. Suatu saat ia akan membaca tulisan ini dan aku sudah tahu di bagian tulisanku yang mana ia akan mengetahui bahwa kehadirannya sempat menjadi inspirasi bagiku. Dan kuharap ia akan tahu kalau tulisan ini kubuat juga sebagai ungkapan terimakasih.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Guru-Guru Magis

Mari Mulai Mendengarkan Souljah