Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2022

Punahnya Suku Penyembah Bulan

Kisah ini dari masa lampau, ketika bumi masih berpenghuni mahluk-mahluk tak kasat mata. Mereka mendirikan kerajaan di bumi, dengan rajanya adalah Sang Maharatu Pembayung. Kerajaan Sang Maharatu meliputi seluruh bagian bumi, yang ketika itu daratan belum terpecah-pecah dan air laut masih belum asin. Penghuni kerajaan itu berwujud seperti kita, punya tangan, kaki, kepala, dan sepasang mata. Namun penduduk kerajaan itu semua berkulit hijau dan bersisik seperti ular. Mereka tak pernah sabunan ketika mandi namun tak juga bau badan mereka. Di sebuah rumah di kerajaan itu, tinggalah seorang wanita bernama Dewi Sruti bersama ayah ibunya. Ayahnya seorang kepala suku dan ibunya seorang yang mendukung penuh keputusan kepala suku. Dewi Sruti tumbuh menjadi maskulin dari hari ke hari. Sepulang sekolah kerjanya berkelahi dengan kawan-kawan prianya. Sesekali ia kalah dan pulang menangis, dan saat itulah kepala suku akan memberinya sabetan-sabetan gagang kemoceng tepat di pantatnya. Tetapi seringkal

All Of Us Are Dead: Frustasi Perundungan yang Berujung Wabah

Gambar
Saya kemarin nonton serial Netflix "All Of Us Are Dead" seharian penuh di rumah. Dibuka dengan adegan perundungan, film ini seolah memberitahu bahwa kasus perundungan itu masih terjadi di sekitar kita dan masih membutuhkan banyak perhatian kita. . Mengikuti perjalanan beberapa tokoh utama yang berusaha lari dari kejaran zombi ini memang terasa cukup menegangkan dan menguras emosi. Tetapi bagi saya, cerita menariknya justru terdapat di scene-scene sisipan yang menceritakan latar belakang tragedi per-zombi-an itu. . Lee Byeong-chan (Pak Lee), seorang jenius biologi yang mengajar di SMA Hyosan mendapati bahwa putranya telah menjadi korban perundungan sejak lama. Ia kemudian mengajukan aduan lewat birokrasi sekolah untuk mengusut tuntas kasus perundungan itu dan mencari keadilan bagi anaknya. . Sekolah bersikeras untuk tidak melibatkan kepolisian dan lebih memilih untuk menyelesaikan kasus itu secara internal. Tapi ternyata itu hanya akal-akalan saja. Sekolah tidak be

Nongkrong Bareng Dian Sastrowardoyo

Suatu malam, di sebuah kafe yang lampunya tidak terlalu terang dan tidak juga redup, saya duduk menunggu seseorang. Saya memesan Affogato. Itu adalah satu-satunya menu di kafe itu yang saya rasa cocok dengan lidah dan kantong saya. Saya tahu Affogato dulu sekali dari teman saya, itu karena dia nongkrong di kafe kopi-kopian tapi tidak suka minum kopi. Affogato, kata teman saya, adalah pilihan yang sangat tepat, kita masih bisa terlihat ke-kopi-kopi-an tapi tidak minum kopi dalam bentuk air, karena Affogato itu isinya banyak es krimnya.  . Pelayan kafe itu mengantarkan Affogato pesanan saya ke meja dimana saya duduk khusyuk membaca buku. Saya ucapkan terimakasih ke dia, yang jelas bukan karena telah mengantarkan pesanan saya, itu sudah kewajibannya sebagai pelayan kafe, tetapi lebih karena dia mau senyum lebar-lebar saat bertatap mata dengan saya. Dia kembali. Saya mulai mengaduk-aduk Affogato itu. Memainkan dengan lembut-lembut gumpalan es krim di dalam gelas, memperhatikan betul-betul

Kalut (Stefan Zweig): Pergolakan Batin yang Sangat Personal dan Kritik Terhadap Militerisme

Gambar
Novel ini ditulis dengan sudut pandang orang pertama. Tentu hal yang kemudian terjadi adalah kita dibawa berpetualang di dalam jiwa si tokoh. Letnan Holfmiller, seorang yang besar di barak militer, suatu ketika bertemu dengan seorang gadis lumpuh anak Kekesfalva. . Pergulatan batin yang terjadi pada Holfmiller membuat pembacanya ikut merasakan hal tersebut. Bagaimana kita menyimpan sifat-sifat kepengecutan, tergambar sangat relevan dengan apa yang ditulis oleh Stefan Zweig. Secara tidak langsung, sembari menceritakan gejolak tersebut, Stefan Zweig juga mengkritik pola pikir yang tumbuh dalam barak militer. . Lebih dekat lagi dengan kita, lewat novel ini mau tidak mau kita juga memahami dan lebih tepatnya mengakui, bahwa seringkali kita memalsukan diri di salah satu lingkungan kita. Bertingkah palsu sesuai apa yang di suatu lingkungan kehendaki, dan menjadi sebenarnya diri kita di lingkungan yang lainnya. . Poin utama juga yang saya dapat dari novel ini adalah bahwa kita tak

RX-King: Sebuah Simbol Premanisme

Beberapa waktu lalu, saya sempat ketiban sial. Saya berboncengan dengan teman gondes saya untuk pergi mencari bakwan kawi menggunakan motor RX-King miliknya. Ketika sampai di tempat gerobak bakwan kawi biasa mangkal, ternyata si gerobak dan penjualnya sedang tidak hadir. Saya pikir mungkin mereka sedang punya urusan lain. Tapi urusan lain si penjual itu tentu mendongkolkan hati, karena saya sedang benar-benar ingin makan bakwan kawi. . Keputusan si penjual dan gerobaknya itu juga yang mengantar kami pada kesialan hari itu. Karena sama-sama keras kepala dan ambisius, saya bersama teman gondes saya pergi ke tempat lain mencari orang yang rela jualan bakwan kawi untuk perut kami. . Kami hanya mengandalkan insting yang tidak begitu tajam. Dan sampailah kami di sebuah jalan kampung yang -sebenarnya kami juga tahu- tidak akan ada penjual bakwan kawi di situ. Akhirnya, karena sama-sama yakin kalau kami sudah kelewat jauh menyusuri jalan yang salah, kami memutuskan untuk putar balik. Namun bun